Perubahan iklim telah berdampak nyata hingga ke antartika, benua di puncak kutub selatan yang tertutup es akibat suhu yang sangat rendah.
Terdapat sebuah gletser di sisi barat antartika yang telah mengalami pencairan yang mencolok, sampai-sampai para ilmuwan menyebutnya sebagai ‘Glacier kiamat’.
Menurut sebuah laporan dari time yang dikutip pada rabu (9/8/2023), es laut di wilayah antartika telah mencapai level terendahnya sepanjang sejarah.
Kondisi ini adalah akibat dari kegagalan umat manusia dalam menjaga lingkungan, terutama dalam mengurangi emisi karbon. Para ilmuwan telah lama memperingatkan tentang bahaya perubahan iklim yang dapat mengganggu ekosistem di antartika.
“Perubahan dramatis yang terjadi di antartika sangat merugikan bagi bumi kita,” ujar Martin Siegert, seorang profesor geosains dari university of exeter.
Siegert beserta tim penelitinya telah menghasilkan sebuah karya riset yang dipublikasikan dengan judul ‘Frontiers in environmental science’.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil, serta pengaruhnya pada atmosfer, pola cuaca, es laut, es darat dan ekosistem biologis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim ternyata berpengaruh lebih serius pada area-area yang sebelumnya dianggap kurang terpengaruh oleh pemanasan global. Sebagai contoh, antartika, yang dikenal sebagai daerah paling dingin di dunia, kini juga mengalami dampak yang signifikan.
Anna Hogg, salah satu anggota tim peneliti dan seorang profesor di university of leeds, menyatakan bahwa terdapat hubungan yang rumit antara pemanasan global, es, lautan dan atmosfer.
Pada tahun sebelumnya, suhu di antartika tercatat meningkat hingga 38 derajat di atas rata-rata normal. Rak es yang biasanya memiliki ketinggian setara dengan bangunan, kini terancam akibat terus mencair. Bahkan, tingkat es laut saat ini sudah sangat menurun dibandingkan dengan tahun 2022.
“Selama tiga dekade terakhir, kami telah mengeluarkan peringatan tentang hal ini,” ujar Ted Scambos, seorang ilmuwan dari university of colorado. Menurutnya, para peneliti kini tidak lagi terkejut dengan perkembangan perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan.
“Perasaan saya adalah kekecewaan. Saya berharap kita bisa bertindak secara konkret dengan lebih cepat,” ungkapnya.