Beberapa tanda – tanda ‘kiamat’ yang baru-baru ini muncul tidak hanya terbatas di daratan, tetapi kini juga mulai muncul di langit. Ini mengacu pada perubahan iklim yang ekstrem dan semakin terlihat nyata.
Krisis air di eropa kian meningkat seiring dengan memburuknya situasi perubahan iklim. Rekor suhu tinggi selama musim semi dan terjadinya ombak panas telah menyebabkan keadaan kekeringan.
Di negara-negara mediterania, seperti Italia, telah terjadi penurunan tingkat air di bendungan, yang berakibat pada ancaman terhadap produksi pertanian. Di negara lain seperti prancis dan spanyol, protes muncul akibat kelangkaan air.
Hasil analisis data satelit oleh peneliti dari universitas graz di austria menunjukkan bahwa dampak kekeringan di eropa lebih luas dari yang sebelumnya diperkirakan.
Menurut penelitian yang dirilis setelah temuan peneliti uni eropa, eropa mengalami musim panas yang sangat panas tahun lalu, dengan kekeringan yang tercatat sebagai yang terparah dalam setidaknya 500 tahun terakhir.
Peneliti di universitas graz menyatakan bahwa eropa telah mengalami kekeringan ekstrem sejak tahun 2018, dengan efek yang semakin nyata tahun lalu karena penurunan air mengganggu produksi makanan dan energi serta merusak habitat banyak spesies air.
Torsten Mayer-Gürr, penulis utama dari studi satelit ini, mengungkapkan dalam laporannya bahwa beberapa tahun lalu, ia tidak pernah membayangkan air akan menjadi isu serius di eropa, khususnya di jerman dan austria.
Ia menekankan perlunya memikirkan solusi untuk masalah pasokan air yang kini dihadapi.
Situasi yang mirip juga terjadi di atmosfer. Konsentrasi karbon dioksida (CO2) yang terdeteksi di observatorium di gunung berapi hawaii telah meningkat sebesar 50% dibandingkan dengan awal era industri.
Dilaporkan oleh Reuters, tingkat CO2 di observatorium baseline atmosfer mauna loa di hawaii mencapai 424 bagian per juta (ppm) pada Mei. Angka ini naik 3 ppm dari tahun lalu dan menandakan peningkatan yang terus berlanjut, mencapai tingkat yang terakhir kali tercatat jutaan tahun yang lalu.
Rick Spinrad, seorang administrator di administrasi kelautan dan atmosfer nasional (NOAA) amerika serikat, menyatakan bahwa kenaikan ini adalah hasil langsung dari kegiatan manusia.
Ia menyebutkan bahwa stasiun mauna loa telah melakukan pengukuran CO2 di atmosfer sejak tahun 1958, saat tingkatnya masih di bawah 320 ppm.
Tren kenaikan ini dikenal sebagai kurva keeling, yang menggambarkan peningkatan tersebut dalam bentuk grafik dan dinamakan sesuai dengan david keeling, yang memulai pengukuran ini untuk lembaga scripps pada tahun 1958.
Noaa mulai bekerja sama dengan scripps dalam pengukuran ini pada tahun 1974.
Program scripps saat ini dipimpin oleh palph keeling, anak dari david keeling, yang merupakan ahli geokimia. Ralph menggambarkan kondisi saat ini sebagai situasi yang sangat buruk.
“Ia menekankan bahwa meskipun ada upaya yang telah dilakukan untuk memitigasi dan mengurangi emisi, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan,” ungkapnya.
Menurut situs web pbb, perubahan iklim merujuk pada pergeseran jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca. Perubahan ini bisa terjadi secara alami, seperti melalui variasi dalam siklus matahari.
Namun, sejak abad ke-19, kegiatan manusia telah menjadi penyebab utama perubahan iklim, terutama karena pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak dan gas.
Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan emisi gas rumah kaca, yang berperan seperti selimut yang memerangkap panas matahari, sehingga meningkatkan suhu.
Bumi saat ini lebih hangat sekitar 1,1°C dibandingkan akhir abad ke-19. Dekade terakhir (2011-2020) merupakan periode terpanas yang tercatat.