Pemerintah telah secara resmi menghentikan penyiaran televisi analog untuk beralih ke sistem televisi digital sejak tahun lalu, sesuai dengan peraturan yang tertuang dalam undang-undang cipta kerja.
Peralihan ini diawali di kawasan Jabodetabek pada 2 November 2022 sebagai bagian dari tahap I. Selanjutnya, Tahap II telah sukses dilaksanakan di 25 kota/kabupaten di lima daerah termasuk batam, bandung, semarang, surakarta dan surabaya pada tanggal 2 Desember 2022.
Proses peralihan ini juga akan terus berlangsung di daerah lain. Di kalimantan selatan, proses aso dimulai pada 20 Maret 2023, diikuti oleh bali dan palembang pada 31 Maret 2023.
Seluruh kegiatan ini berlangsung secara bertahap, selaras dengan pembagian set up box televisi digital gratis kepada masyarakat yang memenuhi kriteria penerima.
Transisi dari televisi analog ke digital sebenarnya memberikan keuntungan yang luas, tidak hanya untuk penonton, tapi juga untuk negara, penyelenggara siaran dan masyarakat pada umumnya.
Televisi digital memenuhi ekspektasi penonton dengan penyajian kualitas audio dan visual yang lebih tajam serta memperkaya pengalaman menonton melalui berbagai pilihan kanal yang tersedia.
Plus Minus Migrasi ke TV Digital dari TV Analog
Plus | Minus |
---|---|
Efisiensi frekuensi emas 700Mhz | |
Pengembangan jaringan 5G | |
Efisiensi perusahaan penyiaran | |
Pilihan kanal saluran televisi banyak | Keluhan stasiun TV soal pasar yang hilang |
Kualitas gambar dan suara jernih | Harga STB mahal karena permintaan dan pasokan tidak seimbang |
Untuk para penonton televisi yang setia, aspek visual yang memukau dan suara yang bening tanpa gangguan adalah keutamaan yang sangat dicari. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengalaman menonton, baik secara individu maupun bersama-sama dengan anggota keluarga.
Dibandingkan dengan televisi analog, televisi digital menawarkan bandwidth yang lebih luas yang berkontribusi pada kualitas gambar yang lebih unggul.
Televisi analog terbatas oleh bandwidth-nya dan mengandalkan sinyal am untuk gambar serta fm untuk suara, yang mengakibatkan kualitas gambar yang tidak maksimal.
Lebih dari itu, penonton televisi kini dapat menikmati gambar dan suara yang lebih jernih, ditambah dengan jumlah kanal yang lebih banyak dan beragam. Ini memberi penonton lebih banyak pilihan untuk hiburan, menjadikan kegiatan menonton televisi lebih beragam dan tidak hanya terpaku pada beberapa stasiun televisi.
Keberagaman stasiun televisi sangat menguntungkan, terutama bagi penonton di daerah ring II, yang meliputi kota-kota dan kabupaten kecil, serta area pedesaan.
Dengan televisi analog, jumlah kanal yang dapat ditangkap sangat terbatas dan tidak semua menawarkan kualitas siaran yang jernih, seringkali disertai dengan gangguan visual yang mirip dengan ‘semut’ atau siaran yang tidak jelas, mengurangi kemampuan untuk menikmati tayangan favorit dengan optimal.
Untuk pemerintah, transisi dari televisi analog ke digital akan mengoptimalkan penggunaan frekuensi. Ini penting karena frekuensi merupakan sumber daya yang terbatas namun permintaannya terus meningkat.
Siaran televisi analog yang beroperasi pada spektrum 700Mhz berpotensi dialihfungsikan untuk layanan 5G.
Menurut survei dari kementerian komunikasi dan informatika (Kominfo) pada tahun 2019, tercatat sekitar 44,5 juta keluarga di indonesia masih menggunakan televisi analog, memadati penggunaan frekuensi tersebut.
Saat ini, 348Mhz dari spektrum 700 Mhz digunakan untuk siaran tv analog. Namun, setelah transisi ke digital, hanya dibutuhkan 176 Mhz. Ini berarti ada penghematan signifikan pada spektrum berharga 700 Mhz.
Dengan penghematan tersebut, pemerintah bisa mengalihkan 112 Mhz untuk kebutuhan lain dan menyimpan 40 Mhz untuk teknologi mendatang, termasuk pengembangan 5G.
Kemenkominfo menekankan bahwa tv analog saat ini mengonsumsi bagian besar dari frekuensi 700 MHz yang idealnya dapat dialokasikan untuk 5G.
Keuntungan ini tidak hanya terbatas pada akses internet yang lebih cepat untuk masyarakat indonesia, tetapi juga untuk industri penyiaran tv, yang akan merasakan manfaat dari kualitas siaran yang lebih bersih dan tajam, sehingga dapat mempertahankan audiensnya.
Lebih lanjut, efisiensi juga akan tercapai melalui multipleksing, yang memungkinkan hingga 16 siaran dalam satu frekuensi yang sama.
Di sisi lain, transisi ini juga membawa tantangan. Misalnya, terdapat keluhan mengenai harga set top box (STB) yang masih tergolong tinggi. Hal ini sebagian disebabkan oleh kelangkaan pasca migrasi, yang membuat masyarakat yang khawatir ketinggalan (FOMO) belum juga membeli atau memiliki stb.
Padahal, harga stb di pasar online dapat dijangkau mulai dari Rp150.000 per unit dan tersedia di berbagai platform belanja online maupun offline.
Meski stok di toko resmi e-commerce mungkin terbatas, namun stb masih bisa ditemukan di toko-toko lain dengan harga yang serupa.
Selain itu, para pemilik bisnis di industri televisi mengekspresikan keprihatinan mereka karena melihat adanya kemungkinan terkikisnya pasar serta penurunan pendapatan dari iklan.
Hal ini dikarenakan di daerah-daerah yang telah beralih ke siaran digital, masih ada sebagian masyarakat yang tidak memiliki atau belum memperoleh set top box (STB), yang membuat mereka tidak dapat menonton siaran televisi.
Namun, persoalan ini diharapkan dapat segera terselesaikan mengingat harga stb yang mulai dari seratus lima puluh ribu rupiah, yang dianggap cukup terjangkau untuk masyarakat umum. Ditambah lagi, pemerintah telah meluncurkan program distribusi stb gratis untuk mempercepat penyebarannya.
Direktur jenderal informasi dan komunikasi publik kementerian kominfo, Usman Kansong, selalu menekankan bahwa dengan siaran televisi digital, masyarakat akan mendapatkan pengalaman menonton dengan kualitas yang lebih tinggi; gambar yang lebih tajam dan suara yang lebih jelas.
Kualitas siaran yang meningkat ini diharapkan dapat membuat masyarakat lebih nyaman menghabiskan waktu di depan televisi. Tambah lagi, masyarakat dapat menikmati lebih banyak konten siaran secara gratis.
Usman menyatakan pada awal November bahwa “Siaran tv digital merupakan siaran bebas biaya alias free-to-air dan bukan merupakan layanan berbayar, sehingga masyarakat tidak perlu berlangganan atau menggunakan kuota internet.”
Disamping itu, Heru Sutadi, direktur eksekutif indonesia ict, mengakui bahwa transisi dari siaran tv analog ke digital memang berpengaruh pada pendapatan iklan televisi.
“Transisi dari analog ke digital ini memang akan berimbas pada pendapatan.
Namun, ia berpendapat bahwa setelah proses transisi ke digital tuntas, akan terjadi peningkatan dalam jumlah iklan. Hal ini dikarenakan televisi dan media sosial, termasuk youtube, yang telah berpindah ke platform digital.
“Televisi digital memberikan banyak keuntungan karena kita bisa mengaksesnya tanpa internet atau kuota, berkat fitur free to air,” terangnya.
Heru menambahkan, meskipun saat ini industri iklan televisi tampak mengalami penurunan, itu bukan disebabkan oleh pergantian ke sistem digital, melainkan karena persaingan dengan media sosial dan youtube.
Dengan demikian, transisi ini sesungguhnya membawa keuntungan yang signifikan bagi semua elemen dalam industri televisi, termasuk negara dan masyarakat pada umumnya.