Pemanasan global yang disertai dengan krisis dan bencana iklim merupakan ancaman serius yang dapat mengancam kelangsungan hidup di planet ini.
Gejala-gejala tersebut bahkan sudah mulai terlihat pada tanaman di hutan. Biasanya, pohon-pohon di hutan mendapatkan sinar matahari dan menyerap air melalui akarnya. Akan tetapi, akibat teriknya sinar matahari yang berlebihan, suhu yang terlalu tinggi dapat menghentikan proses fotosintesis.
Penelitian yang dilakukan oleh gregory goldsmith dari chapman university di california bersama timnya telah mengungkapkan bahwa beberapa bagian hutan tropis mendekati batas temperatur yang dapat mengganggu proses fotosintesis.
Goldsmith mengatakan, “Penelitian ini menunjukkan bahwa dedaunan di hutan tropis, pada waktu dan tempat tertentu, telah mencapai batas temperatur kritis.” Penelitian ini dikutip pada Minggu (1/10/2023).
Meskipun pohon di hutan tropis dapat melakukan fotosintesis pada suhu hingga 46,7 derajat celsius, para peneliti menjelaskan bahwa kemampuan ini bervariasi antara spesies dan tergantung pada populasi hutan, jumlah daun pada pohon dan kanopi hutan.
Sebuah tim dari northern arizona university menggunakan data suhu permukaan bumi dari satelit ecostress nasa untuk menentukan daerah-daerah dedaunan di hutan tropis yang mengalami “panas berlebihan” yang menghambat fotosintesis.
Data yang dikumpulkan selama periode 2018-2020 dari satelit kemudian divalidasi dengan sensor yang ditempatkan di puncak pohon dalam lima hutan di brasil, puerto rico, panama dan australia.
Hasil analisis menunjukkan bahwa suhu di kanopi hutan mencapai puncaknya pada suhu 34 derajat celsius selama musim kering, meskipun beberapa daun mencapai suhu 40 derajat celsius.
Sebuah persentase yang sangat kecil, yaitu 0,01 persen dari sampel, bahkan melampaui batas temperatur kritis (46,7 derajat celsius) setidaknya sekali selama musim kering.
Laporan penelitian menyatakan, “Walaupun kejadian ini masih jarang, suhu ekstrem dapat memiliki dampak yang signifikan pada fisiologi daun, meskipun dengan probabilitas rendah.”
Menurut laporan dari scienceAlert, pohon mengatupkan stomata atau pori-pori di daunnya untuk menghemat air saat suhu terlalu panas.
Namun, penutupan stomata juga dapat merusak daun karena menghambat proses transpirasi. Selama periode kekeringan saat tanah mengeras, dampak dari suhu yang tinggi dapat menjadi lebih parah.
Gregory goldsmith mengatakan, “Tidak banyak yang kita ketahui tentang mengapa pohon mati akibat suhu tinggi.”
Pengetahuan ilmiah tentang efek panas dan kekeringan, khususnya terkait dengan air dan suhu terhadap tanaman, masih sangat terbatas.
Selanjutnya, tim peneliti menggunakan data yang mereka kumpulkan untuk melakukan simulasi guna memahami bagaimana hutan tropis akan merespons kenaikan suhu dan kekeringan yang semakin sering terjadi.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa 1,4 persen dari kanopi hutan dapat berhenti melakukan fotosintesis dalam beberapa tahun mendatang sebagai akibat dari pemanasan global.
Jika pemanasan global melampaui 3,9 derajat celsius, seluruh hutan tropis dapat mengalami dampak yang sangat serius, dengan daun-daun yang mengering dan pohon-pohon yang mati secara bertahap.
Namun, peneliti menekankan bahwa ini hanyalah perhitungan berdasarkan probabilitas dan dampak serius dapat terjadi pada suhu yang berbeda. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencegah deforestasi guna melindungi hutan tropis.