Komandan IRGC Iran Hossein Salami Tewas dalam Serangan Israel

Ketegangan Memuncak di Timur Tengah
Ketegangan antara Iran dan Israel kembali memuncak setelah laporan mengejutkan datang dari Teheran dan berbagai media internasional: Komandan tertinggi Pasukan Garda Revolusi Islam (IRGC), Mayor Jenderal Hossein Salami, dikabarkan tewas dalam sebuah serangan udara yang dilakukan oleh Israel. Kabar ini menjadi pukulan besar bagi Iran, terutama karena Salami adalah sosok sentral dalam kebijakan militer dan strategi regional Iran di Timur Tengah.

IRGC, atau Islamic Revolutionary Guard Corps, merupakan pasukan elite Iran yang berperan besar dalam menjaga stabilitas dalam negeri serta mengatur pengaruh Iran di luar negeri melalui dukungan terhadap kelompok-kelompok proksi di Lebanon, Suriah, Irak, hingga Yaman. Hossein Salami, yang menjabat sebagai komandan sejak 2019, dikenal luas sebagai tokoh keras yang tidak pernah segan mengeluarkan ancaman terbuka terhadap Israel dan Amerika Serikat.
Kronologi Serangan Mematikan
Serangan Udara Tiba-Tiba
Menurut sumber-sumber keamanan regional dan beberapa media internasional, serangan yang menewaskan Hossein Salami terjadi di dekat perbatasan Suriah-Lebanon, sebuah daerah yang kerap menjadi rute logistik IRGC untuk menyuplai senjata ke kelompok Hizbullah. Israel disebut meluncurkan serangan udara presisi menggunakan jet tempur F-35, menargetkan konvoi militer yang diyakini mengangkut perwira tinggi Iran.

Ledakan besar terdengar di wilayah tersebut, dan laporan awal menyebutkan sejumlah tokoh militer senior turut menjadi korban. Setelah beberapa jam spekulasi, otoritas Iran akhirnya mengonfirmasi bahwa Mayor Jenderal Hossein Salami menjadi korban tewas dalam serangan tersebut.
Operasi Intelijen yang Canggih
Pakar militer menilai keberhasilan serangan ini bukan hanya karena kecanggihan militer Israel, tetapi juga karena keberhasilan intelijen mereka yang diduga sudah lama memantau pergerakan Salami. Tidak ada konfirmasi resmi dari pihak Israel, sesuai dengan kebiasaan mereka yang tidak membenarkan maupun membantah operasi militer di luar negeri. Namun, para analis menganggap langkah ini sebagai kelanjutan dari kampanye Israel untuk melemahkan jaringan militer Iran di kawasan.
Profil Hossein Salami: Wajah Perlawanan Iran
Perjalanan Militer Sang Komandan
Hossein Salami lahir pada 1960 dan bergabung dengan IRGC segera setelah Revolusi Islam Iran tahun 1979. Ia meniti karier militernya dengan cepat, terutama setelah berpartisipasi aktif dalam Perang Iran-Irak (1980–1988). Kepiawaiannya dalam strategi militer membuatnya dipercaya menempati posisi penting dalam IRGC dan akhirnya diangkat menjadi komandan tertinggi pada tahun 2019 menggantikan Mohammad Ali Jafari.
Salami dikenal sebagai seorang ideolog militer yang berkomitmen tinggi terhadap prinsip revolusi Islam dan anti-Zionisme. Di bawah kepemimpinannya, IRGC semakin berani melakukan operasi luar negeri, termasuk memperkuat Hizbullah di Lebanon, mendukung rezim Bashar al-Assad di Suriah, serta kelompok-kelompok bersenjata di Irak dan Yaman.
Musuh Deklaratif Israel
Salami tidak pernah menyembunyikan permusuhannya terhadap Israel. Dalam banyak pidato publik, ia secara terang-terangan menyatakan bahwa Israel adalah “tumor kanker” yang harus dihapus dari peta. Ia juga menjadi arsitek dari berbagai strategi balasan terhadap serangan Israel di Suriah, serta mendukung pengiriman teknologi rudal dan drone ke sekutu Iran di Timur Tengah.
Reaksi Iran: Duka dan Amarah
Pernyataan Resmi Pemerintah Iran
Dalam pernyataan resminya, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Hossein Salami dan menyebutnya sebagai “syahid dalam pertempuran membela Islam dan kemerdekaan bangsa.” Khamenei bersumpah bahwa darah Salami tidak akan tertumpah sia-sia dan bahwa Israel akan menerima “pembalasan yang sangat menyakitkan.”

Pemerintah Iran juga mengumumkan hari berkabung nasional selama tiga hari. Jutaan warga diperkirakan akan turun ke jalan dalam prosesi pemakaman besar-besaran yang akan digelar di Teheran, Qom, dan Mashhad. Bendera nasional diturunkan setengah tiang di seluruh penjuru negeri.
Seruan Balas Dendam
Revolusi Islam Iran dan IRGC memiliki sejarah panjang dalam merespons kematian tokoh penting mereka dengan balas dendam. Contoh paling nyata adalah pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani oleh Amerika Serikat pada 2020, yang memicu serangan rudal balasan ke basis militer AS di Irak.
Kini, dengan kematian Salami, banyak pihak khawatir bahwa Iran akan membalas dengan serangan besar yang dapat memperparah eskalasi konflik di kawasan. Target balasan bisa saja Israel langsung, atau aset-aset Israel dan Amerika di luar negeri. Iran juga dapat menggunakan sekutu-sekutunya di Lebanon, Gaza, atau Irak untuk melancarkan serangan balasan.
Respon Dunia Internasional
Seruan Internasional untuk Menahan Diri
Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan darurat untuk membahas situasi terbaru. Beberapa negara, termasuk Prancis, Rusia, dan Tiongkok, menyerukan agar semua pihak menahan diri demi mencegah pecahnya perang skala penuh antara Iran dan Israel.
Amerika Serikat, sementara itu, menyatakan tidak terlibat dalam serangan tersebut, namun menyatakan dukungannya terhadap “hak Israel untuk membela diri.” Washington juga telah meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi serangan terhadap fasilitas diplomatiknya di wilayah Timur Tengah.
Kekhawatiran Perang Regional
Para pengamat internasional menyatakan bahwa pembunuhan Hossein Salami dapat menjadi titik balik berbahaya dalam konflik Israel-Iran. Jika Iran benar-benar melakukan pembalasan besar, maka konflik ini bisa meluas ke Lebanon, Suriah, Irak, bahkan ke kawasan Teluk Persia. Negara-negara tetangga seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Turki telah meningkatkan status siaga militernya.
Dampak Terhadap Kawasan
Suriah dan Lebanon di Persimpangan Bahaya
Suriah, sebagai titik pertemuan banyak kepentingan militer, berada di garis depan ancaman. Israel telah lama melakukan serangan udara ke wilayah Suriah untuk mencegah Iran membangun infrastruktur militer permanen di sana. Serangan terhadap konvoi Salami diyakini dilakukan di wilayah ini. Reaksi Iran kemungkinan besar akan terjadi di Suriah atau melalui Hizbullah di Lebanon, yang bisa memicu perang baru di perbatasan utara Israel.
Palestina dan Eskalasi di Gaza
Kelompok Hamas dan Jihad Islam di Gaza, yang memiliki hubungan dekat dengan Iran, telah menyatakan duka cita dan menyebut Salami sebagai “sahabat sejati rakyat Palestina.” Beberapa kelompok ini bahkan sudah mengancam akan meluncurkan serangan terhadap Israel dalam waktu dekat sebagai bentuk solidaritas.
Jika Gaza kembali memanas, maka Israel akan menghadapi ancaman dua front: dari utara (Lebanon) dan selatan (Gaza), memperparah risiko konflik yang lebih luas.
Strategi Israel: Antisipasi dan Risiko
Serangan Penuh Perhitungan
Serangan terhadap tokoh sekelas Hossein Salami tentu bukan keputusan sembarangan. Israel kemungkinan besar sudah mempertimbangkan berbagai konsekuensi strategis dari operasi ini. Namun, keberhasilan operasi ini juga bisa menjadi pemicu perang terbuka jika Iran memutuskan untuk meluncurkan pembalasan berskala besar.
Israel kini telah meningkatkan sistem pertahanan udara Iron Dome dan David’s Sling, serta menempatkan pasukan tambahan di wilayah perbatasan. Latihan militer bersama dengan Amerika Serikat di Laut Mediterania juga disebut-sebut sebagai bagian dari persiapan menghadapi kemungkinan konflik.
Risiko Politik Domestik
Meskipun banyak warga Israel melihat tindakan ini sebagai langkah defensif dan membanggakan, beberapa kalangan oposisi mempertanyakan apakah keputusan ini terlalu berisiko dan dapat menyeret Israel ke dalam perang panjang yang melelahkan. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu belum memberikan pernyataan langsung, namun beberapa pejabat keamanan menyatakan bahwa “tindakan ini perlu demi mencegah ancaman strategis jangka panjang dari Iran.”
Kesimpulan: Dunia Menahan Napas
Kematian Mayor Jenderal Hossein Salami dalam serangan udara Israel menjadi titik kritis dalam konflik panjang Iran-Israel. Di satu sisi, hal ini menunjukkan keberanian dan kecanggihan operasi Israel dalam membatasi pengaruh Iran di kawasan. Di sisi lain, tindakan ini juga membuka pintu bagi eskalasi besar yang bisa merambat ke perang regional.
Dunia kini menahan napas menanti reaksi Iran. Apakah Teheran akan melakukan pembalasan terbuka, atau memilih strategi jangka panjang yang lebih terukur? Apa pun yang terjadi, satu hal jelas: Timur Tengah sekali lagi berada di ambang gejolak besar, dan masa depan kawasan ini sangat tergantung pada keputusan yang diambil dalam beberapa hari ke depan.